SOREANG, (PR).- Pemerintah Kab. Bandung berpotensi kehilangan penerimaan dari pajak pariwisata sekitar Rp 3 miliar akibat UU No. 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dalam UU tersebut tidak ada klausul pajak pariwisata, melainkan pajak hiburan yang dipungut dari diskotek, karaoke, panti pijat, dan spa. "Dengan adanya UU No. 28/2009, pemerintah kabupaten/kota mendapatkan penambahan jenis pajak dari tujuh menjadi sebelas jenis. Namun, pemerintah pusat melarang pemerintah kabupaten/kota untuk menambahkan pajak dan retribusi baru," kata Ketua Komisi B DPRD Kab. Bandung, H. Saeful Bahri, di ruang kerjanya, Senin (14/6). Menurut Saeful, empat jenis pajak baru adalah Pajak Air Permukaan, Pajak Hiburan, Pajak Sarang Walet, dan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). "Objek pajak hiburan bukan tempat-tempat pariwisata, melainkan karaoke, panti pijat, diskotek, pub, spa, dan sejenisnya yang jumlahnya amat sedikit di Kab. Bandung," katanya. Bisa hilang Saat ini, salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kab. Bandung dari pajak pariwisata. Pemkab Bandung mendapatkan bagian 30 persen dari penjualan tiket masuk objek wisata, seperti Kawah Putih, pemandian air panas, maupun situ-situ. "Jumlah PAD dari pajak pariwisata selama ini mencapai sekitar Rp 3 miliar. Kemungkinan besar PAD itu hilang dengan berlakunya UU No. 28/ 2009," katanya. Kepala Bidang (Kabid) Pariwisata pada Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata (Dispopar) Kab. Bandung Dicky Anugerah mengatakan, pemungutan pajak pariwisata selama ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) bukan Dispopar. "Kami hanya memungut pajak pariwisata dari Situ Cileunca setelah ada kerja sama dengan Indonesia Power. Pada tahun lalu, pendapatan pajak dari Situ Cileunca yang masuk ke kas daerah Rp 50 juta. Pajak tersebut yang dimasukkan dalam pos lain-lain pendapatan yang sah," kata Dicky, Senin (14/6), di ruang kerjanya. (A-71)***
0 komentar:
Posting Komentar