Pelaksanaan Perekaman Data e-KTP dari 2 April 2012 sampai dengan 24 April 2012 sebanyak 4.029 Wajib KTP atau 5,25% // Alokasi Dana Perimbangan Desa (ADPD) untuk Wilayah Kerja Kecamatan Soreang Tahun Anggaran 2012 jumlahnya mencapai Rp. 2.150.092.000 (pembulatan), ada kenaikan +/- 100% dari ADPD Tahun Anggaran 2011 // Jadwal Perekaman Data e-KTP hanya dari mulai hari Senin sampai dengan hari Sabtu

Kamis, 29 Juli 2010

9 Juta Tabung Akan Ditarik

JAKARTA, (PR).-
Pemerintah akan segera menarik peredaran sembilan juta tabung elpiji 3 kg buatan Australia dan Jepang yang diduga tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Kesembilan juta tabung impor tersebut adalah yang beredar pada masa awal konversi minyak tanah ke elpiji.

"Yang tidak ber-SNI nanti akan ditarik, ada sekitar sembilan juta yang diduga beredar. Itu impor dari Australia dan Jepang," ujar Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, di Istana Negara, Jln. Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (28/7).

Agung mengatakan, saat ini pemerintah baru akan menarik tabung-tabung impor tersebut. Sebanyak 45 juta tabung lain yang saat ini beredar belum direncanakan ditarik, karena dinilai masih memenuhi SNI. Padahal, banyak pihak menduga, tidak sedikit tabung yang menggunakan logo SNI sebagai tempelan belaka.

"Kalau sudah ber-SNI untuk apa ditarik? Kalau tidak ber-SNI, tidak boleh diperdagangkan atau diperjualbelikan dan diedarkan. Kalau masih ditemukan di pasaran, harus ditarik," katanya.

Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar cepat tanggap dalam merespons kondisi tabung di pasaran. Jika menemukan tabung elpiji dalam kondisi cacat atau bocor, masyarakat diminta untuk segera melaporkan kepada Pertamina dan menggantinya dengan yang baru.

Mengantisipasi berulangnya insiden ledakan yang melibatkan tabung elpiji 3 kg, menurut Agung, pemerintah juga akan meningkatkan sosialisasi cara penggunaan elpiji 3 kg beserta aksesorinya. Bahkan, pemerintah berniat melakukan sosialisasi dari rumah ke rumah atau door to door.

Sebelumnya, seperti diberitakan "PR", melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pemerintah memastikan tidak akan melakukan penarikan sembilan juta tabung gas yang belum ber-SNI. Kemenperin hanya menjanjikan bahwa kesembilan juta tabung tersebut akan diuji ulang oleh Pertamina, paling lambat pada 2018.

Sementara itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, menurut data YLKI sampai Rabu (28/7) jumlah ledakan gas mencapai 189 kasus, dengan korban meninggal 33 orang. Jumlah tersebut sangat besar sehingga pemerintah harus bergerak cepat, tidak sebatas berwacana.

"Sudah berkali-kali pemerintah berwacana akan menarik, tetapi dalam pelaksanaan tidak jelas waktu penarikan dimaksud. Padahal, korban ledakan sudah banyak," ujar Tulus kepada "PR".

Menurut Tulus Abadi, pemerintah sebaiknya segera membentuk tim teknis yang memiliki kemampuan secara baik, untuk menarik tabung gas yang cacat dan ilegal. Alasannya, tidak semua orang mampu mengenali tabung yang cacat dan ilegal. "Saya melihat Pertamina sendiri belum sepenuhnya mengetahui betul mana yang cacat, mana yang ber-SNI dan tidak. Semua itu, memang perlu tim teknis yang memiliki kemampuan untuk mengenali tabung baik dan tidak. Tim harus segera dibentuk, lalu bekerja cepat," ujarnya.

Tidak hanya tabung yang ditarik, tetapi juga slang sampai regulator yang bermasalah. Semua itu juga harus ditarik, terutama yang cacat. "Setelah ditarik, maka masyarakat harus diberi gratis, jangan disuruh membeli lagi. Rakyat sekarang sudah menjadi korban atas kebijakan ini, makanya kalau tabung dan lainnya ditarik, mereka harus diberi gantinya secara gratis," katanya.

Pemerintah, kata Tulus Abadi, dinilai lamban menangani masalah ledakan gas tersebut. Padahal, kondisi di lapangan sudah sangat meresahkan dan sudah banyak menelan korban jiwa. "Jangan terus berwacana, nanti malah rakyat akan bilang pemerintah telah berbohong, karena tidak ada tindakan nyata," katanya.

Akibat kelambanan pemerintah, tingkat kepercayaan publik untuk penggunaan gas menurun drastis. Kondisi itu tidak bisa terus dibiarkan, karena akan merugikan semua pihak.

YLKI sendiri sekarang sedang menyusun rencana gugatan kepada Presiden dan DPR hingga Pertamina. Gugatan tersebut akan dilayangkan bersama koalisi LSM, karena pemerintah lamban serta melakukan pembiaran atas ledakan demi ledakan tabung gas di berbagai daerah.

"Sekarang kami sedang menyiapkan gugatan, apakah itu class action atau apa pun namanya ke Presiden sampai Pertamina. Bayangkan saja, sudah 33 jiwa melayang, dan 189 kasus ledakan sampai banyak orang kehilangan rumah dan lainnya. Itu terjadi karena pemerintah lamban serta melakukan pembiaran. Dengan gugatan ini, diharapkan pemerintah bisa bertindak cepat," katanya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi menilai, sebaiknya pemerintah bukan hanya menarik sembilan juta unit tabung impor. Menilik banyaknya tabung yang tidak memenuhi standar, seharusnya pemerintah juga melakukan pengecekan secara berkala terhadap seluruh tabung yang beredar.

"Dalam melakukan penanganan, pemerintah tidak bisa mengotakkan. Harusnya, semua tabung dicek, diperiksa, yang tidak sesuai standar ditarik, lalu dimusnahkan. Dengan demikian, masyarakat benar-benar mendapatkan jaminan keamanan. Kalau hanya sembilan juta yang ditarik, bagaimana dengan tabung tidak berstandar lainnya?" ujarnya.

Selain melakukan penarikan, Acuviarta mengungkapkan, pemerintah juga harus semakin memperketat pengawasan dari hulu ke hilir. Bahkan, menurut dia, jika diperlukan sebaiknya pemerintah membentuk lembaga pengawasan khusus, mengingat begitu krusialnya masalah ini.

Kendati demikian, Acuviarta mengaku menyambut baik langkah pemerintah menarik sembilan juta tabung impor tersebut. Akan tetapi, langkah pemerintah jangan hanya sampai di sana, jika perlu melakukan pengusutan jika di lapangan terbukti ada unsur kesengajaan atas beredarnya tabung yang tidak berstandar.

"Kalau memang terbukti ada unsur kesengajaan, siapa pun yang terlibat harus dibawa ke ranah hukum. Korban sudah begitu banyak. Bagi perusahaan yang terbukti sengaja mengurangi kualitas standar tabung ataupun aksesori, cabut izinnya dan tutup usahanya," ujar Acuviarta.

Menurut dia, pengusutan juga harus dilakukan pada proses impor paket tabung perdana pada awal konversi. "Selidiki, apakah dalam proses pengadaannya ada unsur perbuatan melanggar hukum, khususnya dari segi kualitas dan harga, termasuk proses impor," tuturnya. (A-97/A-150/Dtc)***

0 komentar:

Posting Komentar