Kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika) saat ini telah membuat masyarakat dapat turut aktif berpartisipasi secara swadaya untuk membangun infrastruktur telekomunikasi dan jaringan internet yang tadinya membutuhkan biaya besar dan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan besar atau perusahaan yang dimiliki pemerintah. Salah satu metoda yang terjangkau dari sisi ekonomis untuk membangun infrastruktur secara swadaya masyarakat adalah dengan menggunakan teknologi Wireless LAN (jaringan nirkabel) yang mengacu pada standar IEEE 802.11b. Teknologi IEEE 802.11b adalah sebuah media yang mampu menghantarkan packet data dengan kapasitas throughput maksimal 11Mbps, disalurkan melalui gelombang radio pada frekuensi 2,4 GHz. Teknologi ini memungkinkan transmisi packet data tanpa ketergantungan akan jaringan kabel telpon, yang berarti pula bahwa penggunaan teknologi ini bebas dari biaya pulsa telpon. Teknologi Wireless LAN memberikan solusi yang mampu menjawab permasalahan mengenai biaya pulsa telpon yang semakin tinggi dalam kaitannya dengan kebutuhan untuk mengakses informasi melalui internet.
Dengan menggunakan teknologi Wireless LAN, kita dapat berlangganan Dedicated Internet Access yang merupakan layanan akses internet yang terselenggara 24 jam dalam sehari selama 1 bulan penuh dengan besaran bandwidth disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Pada saat ini, besaran bandwidth minimal yang disediakan oleh kebanyakan Internet Service Provider untuk layanan dedicated internet access adalah CIR (Commited Information Rate) 64 Kbps, dengan rasio upstream : dowstream yang bermacam-macam tergantung pada media koneksi ke jaringan internet internasional; jika menggunakan satelit, maka umumnya rasio upstream : downstream adalah 1 : 4, yang berarti kapasitas upstreamnya lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas downstreamnya. Jika menggunakan fiber optic, maka rasio upstream : downstreamnya adalah 1 : 1 (contoh provider yang memiliki koneksi ke jaringan internet internasional melalui fiber optic saat ini adalah Indosat, dsb).
Sebagai gambaran untuk menentukan besaran kebutuhan bandwidth yang ideal, bandwidth sebesar 64 Kbps dapat dipergunakan secara bersama-sama (bandwidth sharing) untuk 10 pengguna / komputer. Yang berarti besaran bandwidth rata-rata untuk masing-masing pengguna / komputer pada saat akses secara bersamaan adalah 64 Kbps dibagi 10 = 6,4 Kbps, di mana nilai tersebut termasuk kecepatan yang ideal untuk mengakses informasi di internet; browsing, email activity, chatting, dsb. Jika bandwidth sebesar 64 Kbps dipergunakan bersama untuk 10 pengguna, maka CIR (bisa diartikan sebagai kecepatan akses yang diperoleh) untuk masing-masing pengguna adalah 6,4 Kbps, sedangkan dengan adanya asumsi bahwa tidak semua pengguna mengakses pada saat yang bersamaan, maka dikenal istilah MIR (Maximum Information Rate), dalam hal ini, MIR nya adalah sebesar 64 Kbps. Atas dasar asumsi di atas, jumlah pengguna / komputer yang berbagi koneksi internet sebesar 64 Kbps seperti pada contoh di atas sebenarnya dapat dilipatduakan. Dengan cara ini, konsumen mendapatkan tata cara penghitungan bandwidth yang transparan, dibandingkan bila menggunakan koneksi internet dial up, di mana secara teknis, kecepatan maksimal modem dial up untuk downstream adalah 56 Kbps, sedangkan untuk upstream adalah 33,6 Kbps, rasio bandwidth sharing yang tidak transparan, kecepatan akses yang sangat bergantung pada kualitas sambungan telpon, serta yang terutama adalah biaya pulsa itu sendiri.
Persamaan antara koneksi internet melalui dial up dengan Wireless LAN adalah sama-sama membayar biaya penggunaan bandwidth perbulan. Pada koneksi dial up, tarif termurah yang ada saat ini untuk koneksi internet unlimited berkisar Rp. 150.000,- (belum termasuk biaya pulsa). Pada Wireless LAN, biaya berlangganan koneksi internet unlimited (dedicated internet access) bervariasi, tergantung pada koneksi ke jaringan internet internasional, menggunakan fiber optic atau satelit. Sebagai contoh, IndosatNet yang terhubung ke jaringan internet internasional menggunakan fiber optic, biaya berlangganan bandwidth 64 Kbps nya adalah Rp. 4.700.000,- perbulan (tanpa biaya pulsa). Jika bandwidth tersebut dipergunakan bersama untuk 10 pengguna, maka masing-masing pengguna dibebani biaya sebesar Rp. 470.000,- per bulan, dengan nilai lebih tersedianya akses internet selama 24 jam dalam sehari selama 1 bulan penuh tanpa perlu terbebani biaya pulsa. Jika dibandingkan dengan akses internet unlimited pada koneksi dial up, biaya penggunaan bandwidth perbulan pada koneksi unlimited via Wireless LAN memang lebih mahal, namun koneksi dial up masih dibebani biaya pulsa yang jika dipergunakan terus-menerus selama 24 jam dalam 1 bulan penuh tentunya menimbulkan biaya pemakaian pulsa yang tidak masuk akal.
Sebagai gambaran penghitungan pulsa telpon, saat ini Telkom memberlakukan penghitungan tarif berdasarkan penggunaan pada saat peak hours dan off peak hours. Pada saat peak hours, penghitungan tarif adalah 2 menit per pulsa, atau sama dengan 30 pulsa per jam. Pada saat off peak hours, penghitungan tarif adalah 3 menit per pulsa, atau sama dengan 20 pulsa per jam. Biaya per pulsa adalah Rp. 200,-. Jika penggunaan line telpon untuk akses internet dihitung berdasarkan jam kerja kantor, maka digunakan tarif peak hours, yaitu Rp. 6.000,- per jam. Andaikata dalam sebulan penggunaaan line telpon untuk mengakses internet rata-rata adalah selama 4 jam dalam sehari, maka biaya pulsa per hari adalah Rp. 24.000,- dan dalam sebulan mencapai Rp. 24.000 dikalikan 26 hari = Rp. 624.000,-. Berdasarkan perhitungan-perhitungan di atas, jika kebutuhan mengakses informasi melalui internet sudah semakin tinggi, penggunaan koneksi internet dengan Wireless LAN lebih efisien dibandingkan dengan koneksi dial up. Namun jika kebutuhan mengakses informasi melalui internet masih sedikit, tentu saja beban per bulan untuk membayar biaya penggunaan dedicated internet access akan terasa memberatkan, terutama karena biaya tersebut merupakan biaya tetap yang harus dibayarkan pada setiap awal bulan, baik dipergunakan maupun tidak.
Penggunaan teknologi Wireless LAN 802.11b memang menghilangkan biaya pulsa telpon, namun implementasinya membutuhkan investasi awal. Prinsip yang mutlak harus terpenuhi dalam implementasi teknologi Wireless LAN adalah Line Of Sight (LOS), bebas halangan dalam jarak pandang tertentu. Untuk itu dibutuhkan tower dengan ketinggian tertentu agar prinsip LOS dapat terpenuhi. Dengan adanya ketentuan mengenai prinsip Line Of Sight tersebut, minimalisasi biaya investasi dapat dilakukan dengan melibatkan anggota ORARI yang sudah memiliki tower. Adapun investasi perangkat lain (selain tentu saja komputer dengan LAN card untuk mengakses internet) adalah sebagai berikut :
1. Wireless LAN Access Point 802.11b.
2. Sepasang Antena untuk menerima dan memancar-ulangkan signal.
Biaya investasi untuk Wireless LAN Access Point 802.11b yang menggunakan chipset Prism 2.5 dengan output power sebesar 20mW adalah sebesar 200 USD atau sekitar Rp. 1.660.000,- pada kurs 1 USD = Rp. 8.300,- sudah termasuk kelengkapan-kelengkapan berikut pemasangannya. Biaya investasi untuk sepasang antena 2,4 GHz 24dBi adalah Rp. 1.900.000,- dan perlu dipertimbangkan pemasangan 2 buah lightning/surge protector untuk melindungi investasi pada masing-masing antena seharga total Rp. 400.000,-. Jadi total investasi perangkat Wireless LAN adalah Rp. 3.960.000,- ditambah investasi tower dengan ketinggian tertentu, di mana kebanyakan para anggota ORARI sudah memilikinya, serta biaya tertentu dalam kaitannya dengan ijin pengunaan frekuensi yang akan dibahas pada tulisan lain.
Biaya berlangganan bandwidth dapat dicarikan alternatif lain yang lebih terjangkau, seperti misalnya menggunakan teknologi direcPC OneWay, yang merupakan teknologi DVB (Direct Video Broadcast) satu arah (khusus downstream) yang dipancarkan melalui satelit dan menggunakan upstream idealnya melalui koneksi dari Internet Service Provider yang terhubung ke jaringan internet internasional via fiber optic. Investasi untuk downstream melalui satelit dengan teknologi direcPC adalah DVB Card PCI Internal DirecPC seharga 260 USD dan biaya registrasi awal sebesar 100 USD, parabola minimal diameter 9 feet dengan LNBF Hansen 15 K, serta tarif langganan perbulannya adalah 66 USD untuk bandwidth sebesar 200 Kbps. Investasi ini cukup diterapkan pada satu node saja, untuk kemudian disalurkan melalui jaringan nirkabel yang terpasang sampai pada rumah-rumah pengguna yang ikut berlangganan sharing koneksi internet. Informasi lebih detail akan dibahas lebih lanjut pada tulisan lain.
Selain minimalisasi investasi di sisi ketersediaan tower, keterlibatan anggota ORARI diharapkan juga dapat menyumbangkan kontribusi berupa penguasaan teknik radio, kemampuan / keterampilan membuat antena untuk dapat mengurangi beban di sisi investasi perangkat, serta inovasi-inovasi lainnya dalam hal teknologi tepat guna. Gagasan untuk melibatkan anggota ORARI bukanlah merupakan gagasan yang dibuat-buat, kenyataan bahwa perkembangan teknologi Wireless LAN dan teknologi lainnya di beberapa belahan dunia banyak dipelopori oleh intensitas kegiatan Amatir Radio merupakan bukti nyata bahwa kegiatan Amatir Radio dalam melakukan eksperimen-eksperimen yang bersifat teknis adalah sebuah kekuatan yang besar. Namun bagaimana agar ORARI bisa berperan secara riil dalam kemajuan teknologi di Indonesia bukanlah suatu hal yang mudah. Ekslusivitas Organisasi Amatir Radio Indonesia justru sering menjadi penghalang dari tercapainya terobosan-terobosan penting di bidang teknologi tepat guna yang seharusnya berguna bagi perbaikan kehidupan bangsa ini. Pada saat ini, organisasi yang aktif dalam masalah perkembangan Wireless LAN di Indonesia adalah IndoWLI, yang kalau dicermati, para anggotanya ternyata banyak yang juga merupakan anggota ORARI.
Membangun jaringan internet nirkabel swadaya masyarakat membutuhkan tidak saja pemahaman pada sisi teknik radio, tapi juga pemahaman pada sisi Information Technology. Dalam hal inilah diharapkan terjadinya sinergi antara ORARI dengan para IT enthusiast. Kalau banyak orang menilai bahwa di ORARI para anggotanya memiliki pemahaman, ketrampilan dan penguasaan teknis pada sisi teknik radio dan RF Concepts, maka untuk dapat mewujudkan angan-angan tentang terciptanya jaringan internet nirkabel swadaya masyarakat, diperlukan juga kerjasama dengan para enthusiast teknologi informatika yang akhir-akhir ini banyak dijumpai dengan munculnya kelompok-kelompok pengguna Linux, kelompok-kelompok pembelajaran telematika dan kelompok-kelompok lainnya. Dan pada kenyataannya, di IndoWLI, semua perwakilan dari kedua wilayah pemahaman itu lebur menjadi satu dalam pergerakan untuk memperjuangkan angan-angan tentang pembentukan jaringan nirkabel swadaya masyarakat. Globalisasi dipercepat dengan pertumbuhan internet, kesiapan kita adalah juga dengan mempersiapkan jaringan infrastruktur swadaya masyarakat agar kita dapat menjadi tuan rumah di tanah tempat tinggal kita sendiri.